Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman
alam serta budaya yang luar biasa. Indonesia merupakan negara mega
biodiversity kedua setelah Brazil. Indonesia memiliki 42 ekosistem darat
dan 5 ekosistem yang khas. Indonesia juga memiliki 81.000 km garis
pantai yang indah dan kaya. Luas ekosistem mangrove di Indonesia
mencapai 22 % dari seluruh luas mangrove di dunia.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara dengan
nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India,
dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk
Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi
sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil
dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu
sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka
pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu
sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura.
Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau baby booming di Indonesia
akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi ekologi atau
lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan merusak
ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie, coordinator Komunitas
Tionghoa Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan
ekosistem atau system kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, (tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk
manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan
terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta
penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman hayati di pantai dan
perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk Indonesia
hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 43% penduduk Indonesia masih
tergantung pada kayu bakar. Dan pada tahun 2003, hanya 33% penduduk
Indonesia mempunyai akses pada air bersih melalui ledeng dan pompa.
Tahun 2000, Jawa dan Bali telah mengalami defisit air mencapai 53.000
meter kubik dan 7.500 meter kubik, sementara di Sulawesi 42.500 meter
kubik. Saat yang sama banjir telah melanda di berbagai tempat di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah salah
mengelola air di Bumi ini.
Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap lingkungan hayati,
sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, laporan Bank Dunia menyebutkan,
bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan yang sangat
signifikan, dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982, menjadi 3,24 juta
hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta hektar pada tahun
1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat dalam
dekade ini. Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan
tingkat deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta
hektar per tahun. Apabila tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta
hektar per tahun, maka 48 tahun ke depan, seluruh wilayah Indonesia akan
menjadi gurun pasir yang gundul dan panas. Lautan di Indonesia juga
mengalami kerusakan terumbu karang. Data dari Bank Dunia bahwa saat ini
sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak parah, 29% rusak, 25%
lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalam keadaan alami. Sekitar 50%
hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak
udang). Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran. Ini terjadi di
kawasan-kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang
bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta
dan Surabaya.
Menurut Ir. Boby Setiawan MA., PhD, Kepala Pusat Studi Lingkungan
Hidup UGM, untuk mamalia terdapat sekitar 112 jenis yang terancam punah
di Indonesia. Sementara untuk burung, terdapat sekitar 104 jenis yang
mengalami ancaman serius.
Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk, bila tidak
dikendalikan, akan naik menurut deret ukur (1,2,4,8,dst). Produksi
pangan meningkat hanya menurut deret hitung (1,2,3,4,dst). Di Indonesia
dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan dampak sosial yaitu
mengalami krisis pangan. Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan
global.
Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa
yang dulunya kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai
berbondong-bondong pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau
menjadi petani.
Tahun 2008 dicanangkan sebagai tahun sanitasi sedunia. Jumlah
penduduk yang melonjak dipastikan menambah persoalan sanitasi. Sekitar 1
juta jamban di kawasan Jabotabek dibangun dengan jarak kurang dari 10
meter dari sumur. Jika penduduk kota terus melonjak, entah karena
urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya tetap bisa
dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di
kota menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.
Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan
dengan segala dampak ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan
lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak
lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana.
Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan
lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara,
khususnya pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.
KEBERADAAN IPTEK YANG SECARA LANGSUNG / TIDAK LANGSUNG MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
IPTEK Lingkungan ialah teknologi yang berkaitan dengan pemanfaatan dalam
kaitannya dengan manajemen lingkungan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang tersusun sistematis dengan metode tertentu
untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu pada bidang IPTEK terhadap
lingkungan tanpa merusak keseimbangan lingkungan . Upaya pelestarian
lingkungan tidak hanya diperlukan saat pembukaan lahan dan penata gunaan
tanah. Juga selama kegiatan pembudidayaan sampai ke pengolahan hasil.
Pelestarian lingkungan pada semua tahapan produksi perlu menjadi tekad
masyarakat, terlebih dalam menghadapi semakin nyaringnya tuntutan pada
“produksi hijau”. Selain itu, tekad masyarakat melestarikan lingkungan
dapat menjadi perisai terhadap kecaman tentang kerusakan lingkungan
perkebunan.
IPTEK Lingkungan meliputi:
1. Pengolahan Sampah.
2. Pengolahan Limbah.
3. Konservasi Lingkungan.
4. Badan Pertanian Teknologi bibit & benih, Rekayasa Genetika.
Tumpukan sampah yang setiap hari bertambah satu hingga 1,5 ton, mulai
teratasi menyusul beroperasinya pengelolaan sampah terpadu terutama
Jakarta, pengelolaan sampah terpadu mampu mengurangi limbah rumah tangga
hingga 60-65 persen, sedangkan 35-40 persen sisanya diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)
Pengelolaannya harus melibatkan semua warga, oleh karena itu, rumah
tangga harus melakukan pemilahan sampah menjadi tiga bagian, yaitu
sampah organik basah (sisa makanan, sayur), kering (kertas, dus, botol),
dan limbah berbahaya seperti aki dan baterai bekas, sprayer
insektisida, serta pembalut wanita.
Limbah ialah hasil buangan suatu pembakaran atau sisa hasil produksi
yang mengandung zat kimia berbahaya yang dapat merusak keseimbangan
lingkungan. Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu
penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi
industri-industri besar, seperti industri pulpen dan kertas, teknologi
pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun
tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian,
mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi
lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami
dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah
domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang
dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang
bersangkutan, agar Lingkungan terjaga dan terlestarikan.
Mendukung dan ikut serta dalam program konservasi lingkungan dan
bekerja sama akan menghasilkan suatu pembangunan yang ramah lingkungan
serta memperhatikan pada pembangunan ekonomi yang bersifat berkelanjutan
dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Karena terpeliharanya
kelestarian lingkungan, termasuk dengan menjaga kelangsungan hidup
spesies laut dan terumbu karang merupakan hal yang memberikan manfaat
dan keuntungan bersama dan berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang
sehingga dinikmati oleh generasi yang akan datang.
- Badan Pertanian Teknologi Bibit & Benih, Rekayasa Genetika
Upaya peningkatan produktivitas dan mutu produk yang sesuai dengan
dinamika lingkungan diharapkan dapat dilakukan melalui penelitian
bioteknologi. Manipulasi potensi genetik melalui penelitian biologi
molekuler, mikrobiologi, bioproses, kultur jaringan dan rekayasa
genetika harus dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan maka harus dilakukan
bioteknologi.
Maka teknik rekayasa genetika mulai menggelisahkan. Banyak kalangan
khawatir bahwa dampak revolusi hijau tahun 1960-an akan terulang
kembali. Penggunaan teknologi dan paksaan pasar yang dilakukan dalam
revolusi hijau memang menghasilkan produksi pangan dalam jumlah besar.
Namun terbukti upaya tersebut mengganggu keseimbangan ekologi,
menciptakan wabah baru, dan sejumlah dampak kesehatan bagi manusia.
Hal sama dikhawatirkan terjadi mengikuti inisiatif rekayasa genetik yang
saat ini getol dilakukan pada tanaman. Segelintir perusahaan
bioteknologi meyakinkan bahwa seluruh benih transgenik yang dipasarkan
sudah melalui berbagai tahap percobaan. Jadi masyarakat tidak perlu
khawatir terhadap dampak lingkungan dan kesehatan yang akan muncul.
Namun keyakinan serupa ternyata tidak dimiliki oleh para aktivis
lingkungan dan mereka yang concern terhadap masalah lingkungan.
Pesimisme ini muncul setelah tidak ada penjelasan transparan tentang
resiko yang menyertai pelepasan benih transgenik ini ke alam bebas.
Di Amerika Serikat, organisasi lingkungan Greenpeace bahkan mengajukan
petisi ke Environmental Protection Agency (EPA) agar membatalkan semua
perijinan tanaman hasil rekayasa genetik.
Sementara di Indonesia, sejumlah LSM lingkungan mendesak pemerintah
bersikap transparan kepada masyarakat soal tanaman transgenik. Terlebih
Departemen Pertanian kini aktif menguji sejumlah benih transgenik
termasuk kedelai, jagung dan kapas. Khusus untuk yang terakhir bahkan
telah dilakukan pelepasan di Sulawesi Selatan pada 7 Februari 2001. Dan
sampai saat ini terus memancing perdebatan yang tidak ada hentinya.
Karena Pembangunan yang tidak menjaga keseimbangan lingkungan terjadi
dan meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini. Alasan tersebut
diperparah dengan kurangnya perhatian masyarakat dan ketidak
konsistenannya pemerintah dalam menata permasalahan lingkungan. Akibat
ketidak acuhan tersebut baru dapat dirasakan akhir-akhir ini, ketika
banyak peristiwa banjir bandang yang melanda berbagai daerah di negara
kita.
Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
PERAN IPTEK DALAM LINGKUNGAN
IPTEK memegang peranan penting bagi negara-negara berkembang dalam
proses peningkatan standar hidup, kesejahteraan, dan melindungi sumber
daya alam dan keanekaragaman hayati. Negara-negara berkembang menghadapi
berbagai tantangan jangka pendek dan jangka panjang. Perubahan
penggunaan lahan melalui penggundulan hutan dan perubahan lahan
pertanian akibat aktivitas sosio-ekonomi di daerah tangkapan air di
hulu, telah menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan lingkungan dan
infrastruktur akibat bencana yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan
di daerah tangkapan air, menyebabkan kelangkaan air bersih di berbagai
negara, selain bencana banjir ketika musim penghujan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup (termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya)
yang mempengaruhi peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk
hidup lainnya. Oleh karena itu kelestarian dan keseimbangan alam perlu
dipertahankan agar senantiasa memberikan daya dukung bagi kehidupan
manusia ke taraf hidup yang lebih baik.
Namun yang terjadi kini malah sebaliknya, Dominasi manusia terhadap
lingkungan seringkali berdampak buruk. Pembangunan dan penguasaan IPTEK
dalam mengeksplorasi alam untuk peningkatan ekonomi seringkali melampaui
batas dan sering kali mengabaikan kondisi lingkungan itu sendiri.
Padahal kemampuan sumber daya dan kemampuan alam untuk mengeliminasi Zat
pencemar adalah terbatas. Apalagi saat ini, krisis yang melanda negeri
ini menyebabkan kehidupan lebih memburuk.
Belum optimalnya peran IPTEK dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan
hidup. Kemajuan IPTEK berakibat pula pada munculnya permasalahan
lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya
sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sistem tersebut akan mendorong pengembangan dan pemanfaatan IPTEK yang
bernilai ekonomis, ramah lingkungan dan mempertimbangkan nilai-nilai
sosial budaya masyarakat setempat.
Sektor lingkungan hidup merupakan isu penting di dunia saat ini. Secara
garis besar, pemanfaatan IPTEK harus senantiasa mempertimbangkan unsur
lingkungan hidup. Artinya, pemanfaatannya harus sejauh mungkin ramah
lingkungan. Komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup juga sudah
lumayan tinggi. Salah satu buktinya, sudah ada Kementerian Negara
Lingkungan Hidup yang khusus mengurusi hal itu pada pemerintahan yang
ada saat ini.
DAMPAK IPTEK TERHADAP LINGKUNGAN
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang
cendrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari
negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya
seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini
terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya
dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau
pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang
pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan
suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju.
Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam
mengadopsi teknologi (IPTEK) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin
Toffler maupun John Naisbitt yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam
era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang
agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku
pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan
pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi
permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses
industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh
manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup
manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai
industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa)
negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, IPTEK dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer,
menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan
lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan
oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect)
akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan
meluasnya gurun, serta melumernya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan
Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran
lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara
tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20). Selain itu,
terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi
dan pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah
industri dan rumah tangga yang memperlihatkan ketidak-perdulian terhadap
lingkungan hidup. Akibat-akibat dari ketidak-perdulian terhadap
lingkungan ini tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat
mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah
pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun konsumsi manusia,
memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam
mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Sering kali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan
lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya
manusia dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik
makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto,
1991: 19). Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang
dengan semua benda, daya. keadaan dan makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
peri-kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya
(Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13).
Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan
pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal
respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Manusia
berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan
mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh
lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah
sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka
manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya
pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup
manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri,
udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di
lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan
dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan
mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan
dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam,
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi
sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga dampak IPTEK terhadap
lingkungan hidup dan sumber daya alam yaitu; dampak secara kimiawi,
fisik dan biologis. Resiko kimiawi akibat IPTEk adalah: senyawa-senyawa
kimia berbahaya yang terdapat di air, tanah, udara dan makanan. Resiko
fisik akibat IPTEk adalah kebakaran, gempa bumi, letusan gunung berapi,
kebisingan, radiasi, sedimentasi. Resiko biologis akibat IPTEk adalah
pathogen (bakteri, virus, parasit), dan bahan kimia yang mengakibatkan
kerusakan pada jaringan tubuh.
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan
timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisik,
kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu eksistensi manusia dan
aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran
tersebut disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya faktor-faktor
tertentu yang sangat menentukan ialah:
1. Jumlah penduduk
2. Jumlah Sumber Daya Alam yang digunakan oleh setiap individu
3. Jumlah Polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis SDA
4. Teknologi yang digunakan
Penggunaan sumber daya yang salah menimbulkan erosi, sedimentasi yang
merusak, penggaraman tanah dan air, penggersangan lahan, banjir dan
sebagainya. Limbah dan sisa proses menimbulkan contamination dan
pollution atas udara, tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat
lewat udara dan air. Penyebaran dan peluasan dampak lewat tanah langsung
berjalan sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai
penyimpan zat atau bahan pencemar atau pengotor selama waktu lama dan
dengan demikian menjadi sumber dampak yang nantinya akan tersebar lewat
udara atau air. Zat pencemar yang tersimpan dalam tanah juga dapat
menyebar lewat serapan tanaman bersama dengan panenan yang diangkut dan
digunakan ditempat-tempat lain. Kalau zat pencemar diserap tanaman
pangan atau pakan, akan dapat mnimbulkan pencemaran dakhil (internal
pollution) atas orang atau ternak dimana-mana tempat memperjual-belikan
bahan pangan atau pakan tersebut. Sumber pencemaran dakhil lebih sulit
dilacak daripada sumber pencemaran lewat udara dan air.
Pencemaran dapat datang dari sumber pasti misalnya dari saluran pembuang
limbah pabrik atau datang dari sumber baur, misalnya dari aliran limpas
lahan pertanian, pencemaran sumber pasti secara nisbi lebih mudah
ditangani karena titik pelepasan bahan pencemar jelas dan susunan bahan
pencemar terbatas keanekaannya. Pencemaran sumber baur lebih sulit
ditangani karena titik pelepasannya dan titik asalnya berada di
mana-mana dan susunan bahan pencemarannya sangat beraneka.
Ada dampak yang tinggal di tempat dampak itu ditimbulkan, misalnya
pemampatan tanah oleh alat-alat berat dalam pembukaan lahan atau
penggaraman tanah oleh sistem irigasi yang dirancang tanpa
memperhitungkan neraca air pada antarmuka atmosfer tanah. Ada dampak
yang diekspor ke tempat lain dari tempat asalnya, misalnya erosi di hulu
mengekspor dampak sedimentasi ke hilir atau asap kendaraan bermotor
dari jalur jalan diekspor ke kawasan pertanian atau pemukiman sepanjang
jalan. Kawasan yang mengimpor dampak menghadapi persoalan serupa dengan
yang terkena.
Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam “revolusi hijau”
mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam
jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik
itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya
digunakan berbagai jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat
daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath dan
Arens pada tahun 1987 (Prasetiantono, di dalam Sudjana dan Burhan (ed.),
1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa
nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan
lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan
akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber
daya tanah di Jawa.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh
teknologi dan sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi
kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan,
khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik,
Surabaya, Jakarta, bandung, Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan
hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu
udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di
daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.),
1996:104), mencatat keadaan lingkungan di beberapa kota di Indonesia,
yaitu: Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar
daerah-daerah industri. Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida,
meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau,
sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda
banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang
telah rusak. Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah,
bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah
mencapai 37 derajat celcius. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran
udara seperti CO, NO2r, S02, dan debu. Sumber daya alam yang dimiliki
bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan
batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020. Luas hutan
Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang
disengaja atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak
subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami pencemaran.
Sumber :
http://glekhoba.blogspot.com/2010/04/permasalahan-penduduk.html
http://deateytomawin.wordpress.com/2010/01/21/dampak-permasalahan-penduduk-di-indonesia-terhadap-lingkungan-hidup/